Jumat, 24 Juni 2011

Nasib Perawat Indonesia


Miris, itu yang terasa saat membaca berita tentang perawat Indonesia yang terancam di deportasi oleh pemerintah Kuwait karena Ijazah mereka yang tidak jelas. Sungguh malang nasib perawat Indonesia, di dalam negeri sendiri tidak di hargai, kerja di luar negeri tidak mendapat dukungan dari pemerintah. Boleh di bilang perawat yang kerja di luar negeri mendapat minim sekali perhatian dari Pemerintah, padahal mereka juga yang mengharumkan nama Indonesia di luar negeri. Tidak cukup dengan itu, malah sekarang perawat asing masuk ke Indonesia dengan gaji yang melebihi gaji perawat asli Indonesia. Iri..??? Iya boleh dibilang demikian. Apakah perawat asing yang masuk itu kemampuan skill or knowledge yang mereka miliki melebihi perawat Indonesia? Saya rasa tidak, karena dari pengalaman yang saya rasakan selama bekerja di Arab Saudi, perawat asing lain baik skill atau knowledge nya tidak lebih baik dari perawat Indonesia, malah boleh dibilang masih unggul perawat Indonesia.

Sekarang, belum selesai masalah masuknya perawat luar negeri ke Indonesia, muncul lagi masalah yang baru. Kurang lebih 54 perawat Indonesia yang bekerja di Kuwait terancam akan di deportasi dan kehilangan hak normatifnya terkait dengan verifikasi Ijazah Keperawatan mereka. Seperi yang dikutip dari Kompas.com, “ Persoalan yang menimpa 54 perawat ini muncul sejak Pemerintah Kuwait menerima surat Kementerian Kesehatan melalui nota diplomatik Kementerian Luar Negeri RI soal pengakuan ijazah”. Sebagai bahan informasi bagi lulusan D-III beberapa tahun yang lalu -sebelum booming STIKES (Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan) atau POLTEKES-, Ijazah di keluarkan oleh Kementerian Kesehatan karena bidang kesehatan berada di bawah PUSDIKNAKES (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan). Ternyata hal ini yang sekarang menjadi musibah bagi para perawat. Saat ini Ijazah bagi lulusan perawat di keluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Jadi sekarang ada 2 versi Ijazah perawat yang beredar.

Versi DEPKES dan versi DIKNAS. Hal ini yang  oleh Pemerintah Kuwait di minta klarifikasinya. Dan Pemerintah Indonesia memberikan jawaban bahwa Ijazah tersebut keluar dari lembaga yang belum di akreditasi. Pernyataan ini sedikit janggal bagi saya, apakah lembaga pendidikan kesehatan terutama yang negeri saat akan di konversi dari D-III keperawatan menjadi POLTEKES atau STIKES tidak di akreditasi dulu? Kalau tidak bagaimana proses konversinya? Kalau iya bagaimana mungkin data alumni atau data lulusan tidak dimasukan ??? Dan seperti biasa Pemerintah Indonesia sangat lamban dalam memberikan klarifikasi mengenai hal ini. Jauh deh mengharapkan Pemerintah akan menyelesaikan masalahnya. Padahal seperti yang di kutip dari Kompas.com, menurut kepala BPN2TKI ini hanya masalah miscommunication.

Kalau masalahnya hanya itu, kenapa Pemerintah lambat sekali membenahi berita tersebut..???
Hal ini hendaknya menjadi pelajaran bagi teman-teman yang akan meneruskan pendidikan di bidang Kesehatan, tidak cuma perawat. Pilihlah institusi pendidikan yang benar.

 Sekarang ini banyak sekali STIKES atau POLTEKES yang berdiri tetapi ke-absah-an nya sebagai institusi pendidikan masih diragukan. Ingat masa depan anda, bagi mereka yang mendirikan STIKES itu yang penting uang, pemasukan bagi mereka dari uang kuliah anda!  Jangan jadikan jerih payah orang tua kita dalam menyekolahkan kita menjadi sia-sia karena kita salah memilih institusi pendidikan.

Dan bagi Perawat Indonesia, BERGERAKLAH PERAWAT INDONESIA, NASIB KITA TIDAK AKAN BERUBAH JIKA KITA TIDAK MENGUBAHNYA..!!!
sumber : Indah, 20 April 2011 di Kompasiana.com

Sabtu, 04 Juni 2011

Nasib RUU Keperawatan

Serkertaris Departemen Kesehatan DPP Partai Demokrat Nova Riyanti Yusuf mengaku sangat tersanjung diberikan kepercayaan dan kesempatan menduduki posisi Wakil Ketua Komisi IX DPR. Wanita yang akrab disapa Noriyu ini dipercaya menggantikan Ahmad Nizar Shihab.
"Sebuah amanah yang tidak saya harapkan diberikan secepat ini kepada saya. Apalagi menggantikan Ahmad Nizar Shihab yang pernah menjadi ketua pansus RUU BPJS yang sangat historis sebuah kehormatan," kata Noriyu melalui pesan singkatnya di Jakarta, Kamis (24/5/2012).
Ia menjelaskan, tidak ada masalah atau kendala apapun dengan posisi barunya di komisi IX DPR ini. Ia mengaku, sudah saling mengenal semua anggota dan pimpinan Komisi IX dan tidak perlu beradaptasi kembali.
"Saya akan bersinergi dengan pimpinan Komisi IX lainnya, untuk mempertahankan suasana psikologis Komisi IX yang saya rasakan nyaman dan kondusif, sehingga dapat mendorong Komisi IX untuk meningkatkan Fungsi Legislasi," ujar Psikiater ini.
Noriyu berjanji, dalam waktu dekat ini dirinya dan semua anggota Komisi IX akan kembali bekerja dengan para anggota komisi lainnya untuk mendorong terbitnya RUU Keperawatan, memeriksa kebuntuan RUU PRT yang sudah 3 tahun menjadi prioritas tetapi belum juga membuahkan hasil serta memaksa RUU Kesehatan Jiwa menjadi prioritas Komisi IX tahun 2012.
"Menekan kemenakertrans menyelesaikan revisi permenakertrans terkait standar kehidupan layak untuk penentuan upah minimum buruh, memastikan kesiapan pemerintah dalam pelaksanaan BPJS I (urgent kesehatan 2014)," janji penulis novel ini.
Reporter: Luki Junizar - Editor: Hatta
05/24/2012 07:26:26
"Sebuah amanah yang tidak saya harapkan diberikan secepat ini kepada saya. Apalagi menggantikan Ahmad Nizar Shihab yang pernah menjadi ketua pansus RUU BPJS yang sangat historis sebuah kehormatan," kata Noriyu melalui pesan singkatnya di Jakarta, Kamis (24/5/2012).
Ia menjelaskan, tidak ada masalah atau kendala apapun dengan posisi barunya di komisi IX DPR ini. Ia mengaku, sudah saling mengenal semua anggota dan pimpinan Komisi IX dan tidak perlu beradaptasi kembali.

"Saya akan bersinergi dengan pimpinan Komisi IX lainnya, untuk mempertahankan suasana psikologis Komisi IX yang saya rasakan nyaman dan kondusif, sehingga dapat mendorong Komisi IX untuk meningkatkan Fungsi Legislasi," ujar Noriyu, yang juga berprofesi sebagai Psikiater ini, Kamis 24/5/2012

Noriyu berjanji, dalam waktu dekat ini dirinya dan semua anggota Komisi IX akan kembali bekerja dengan para anggota komisi lainnya untuk mendorong terbitnya RUU Keperawatan, memeriksa kebuntuan RUU PRT yang sudah 3 tahun menjadi prioritas tetapi belum juga membuahkan hasil serta memaksa RUU Kesehatan Jiwa menjadi prioritas Komisi IX tahun 2012.
"Menekan kemenakertrans menyelesaikan revisi permenakertrans terkait standar kehidupan layak untuk penentuan upah minimum buruh, memastikan kesiapan pemerintah dalam pelaksanaan BPJS I (urgent kesehatan 2014)," janji penulis novel ini.